lagu

Jumat, 09 November 2012

Demokrasi ekonomi merupakan konsep yang digagas oleh para pendiri negara Indonesia (founding fathers) untuk menemukan sebuah bentuk perekonomian yang tepat dan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Penerapan dari konsep ini masih terus dicari dan dikembangkan bentuknya hingga saat ini, karena tidak mudah membentuk suatu sistem perekonomian yang khas Indonesia namun tetap sesuai dengan perkembangan jaman. Menurut Sritua Arief, Juoro menilai bahwa demokrasi ekonomi mengandung konsekuensi moral, tetapi secara khusus disoroti sebagai bentuk perpaduan antara politik, ekonomi, dan moral kultural. Sistem politik, ekonomi, dan moral kultural bekerja secara dinamis, seimbang, dan tidak saling mensubordinasikan sehingga masing-masing berinteraksi secara baik. Dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi tersebut, saat ini, DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Demokrasi Ekonomi. RUU ini bertujuan untuk menyelenggarakan Perekonomian Nasional sebagai usaha bersama dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Seiring perkembangan sistem perekonomian Indonesia, maka ada beberapa hal yang memperkuat lahirnya ruu ini, yaitu memperkuat kedaulatan kita sebagai bangsa atas bangsa kita sendiri, kedaulatan kita untuk menjalankan roda kehidupan di negara ini, kedaulatan untuk mencapai kesejahteraan, kedaulatan atas apa yang dianugrahkan Tuhan kepada bangsa ini. Selain kedaulatan, ruu ini diharapkan mampu membentuk sistem perekonomian khas Indonesia yang tidak tergantung lagi oleh siapa yang memimpin negara ini, nemun menjadikan pemimpin negara ini mewujudkan apa yang sudah menjadi tujuan mulia yang digagas oleh para founding fathers kita. Jika dilihat dari landasan Yuridis maka RUU ini berpijak pada Pasal 33 UUD Tahun 1945 ayat (1) menyatakan bahwa: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Filosofi berfikir Pasal 33 ayat (1) dipahami sebagai memiliki kolektivisme. Substansi “usaha bersama” memiliki makna bahwa perekonomian tidak dikuasai dan dieksplorasi oleh orang-perorang akan tetapi dilakukan bersama-sama, yang memiliki arti saling bergotong-royong antara pihak satu dengan lainnya. Makna bersama-sama ataupun makna gotong-royong dalam budaya, dilakukan oleh satu pihak dengan pihak lainnya. Didalam prakteknya selama ini adanya kesalahan penafsiran dengan apa yang dimaksud dengan istilah “kekeluargaan”. Kekeluargaan bukan diartikan sebagai “keluarga”dalam arti ansich tetapi filosofisnya adalah kolektivisme yang saling menguntungkan satu dengan yang lainnya. Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) menyatakan bahwa: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Ketentuan ini jelas memiliki makna unit-unit ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang dimiliki, diorganisasi dan didistribusikan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari pengertian ini pengutamaan kepentingan masyarakat, memperoleh pengukuhan (assertion dan reconfirmation) untuk kesejahteraan rakyat (welfare state). Sebagaimana dikemukakan oleh Bung Hatta, dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 lebih ditekankan pada segi dimilikinya hak oleh negara (bukan Pemerintah) untuk mengendalikan penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang bersangkutan. Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik di bidang politik(demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyat yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara. Dalam pengertian tersebut, tercakup pula pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Pasal 33 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa: Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dari penjelasan landasan yuridis jelas terlihat sebanarnya bangsa Indonesia telah menentukan bentuk dari sistem perekonomiannya, namun, dalam pelaksanaannya masih banyak yang harus disesuaikan kembali dengan Pasal 33 ini. Banyak faktor yang menyebabkan sistem perekonomian Indonesia belum sepenuhnya memcerminkan kepribadiannya, salah satu yang cukup besar pengaruhnya adalah adanya kerjasama internasional baik bilateral maupun multilateral diberbagai bidang, terutama bidang ekonomi. Perdagangan Internasional ini cukup banyak mempengaruhi kebijakan Indonesia terutama kebijakan yang berhubungan dengan ekonomi. Contohnya, kesepakatan Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara untuk melakukan perdagangan bebas diantara negara-negara Asia Tenggara. Memang, perjanjian ini memiliki dampak positif dan negatif, namun sebaiknya ditelaah apakah kebijakan ini sesuai dengan konstitusi? Dan apakah kebijakan ini semakin memperkuat kedaulatan bangsa terutama terkait dengan kepemilikan sumber daya alam, mampu mengutamakan kepentingan bersama, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Jika kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat tergadaikan maka kebijakan tersebut sebaiknya dipertimbangkan lagi untuk dicari jalan keluar yang tetap menguntungkan kepentingan nasional. Selain pelaksanaan perekonomian yang masih belum mencerminkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan konstitusi, ada hal lain yang cukup mengkhawatirkan bangsa Indonesia, yaitu semakin terkikisnya kedaulatan bangsa ini terutama yang berkaitan dengan kepemilikan sumber daya alam. Banyak kontrak-kontrak kerja yang memposisikan Indonesia berada di posisi yang lemah dalam hal pengolahan sumber daya alam bangsa ini. Bahkan kedaulatan negara ini mulai tergadaikan oleh nilai yang tidak sebanding dengan apa yang telah digadaikan. Kesadaran yang lemah atau mungkin masyarakat Indonesia yang masih memiliki pengetahuan yang minim mengenai apa yang dimiliki bangsa ini atau bahkan ketidaktahuan mereka bagaimana memperlakukan apa yang menjadi miliknya dicarikan solusinya. Disisi lain, kedaulatan Indonesia di bidang ekonomi juga perlahan-lahan mulai terjadi erosi. Terkikisnya kedaulatan dibidang ekonomi sangat apik terbungkus dalam wadah ekonomi pasar yang saat ini mulai sedikit-sedikit diterapkan di Indonesia. Pelepasan beberapa komoditi yang menyangkut kepentingan rakyat oleh pemerintah dengan alasan kemandirian masyarakat dan kemudian diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal ini harus segera diwaspadai dan dilakukan perbaikan terutama sistem dan kebijakan agar tidak lagi terjadi penggadaian yang mampu merugikan kepentingan rakyat banyak. Memaknai kedaulatan terkait dengan Dari contoh-contoh permasalahan di atas cukup memberikan alasan yang kuat untuk bangsa ini memiliki sistem perekonomian yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan yang sedang memimpin di negara ini. Demokrasi ekonomi merupakan pilihan yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Walaupun membutuhkan waktu dan pengayaan yang cukup dalam untuk membentuk suatu sistem perekonomian yang asli Indonesia. RUU tentang Demokrasi Ekonomi diharapakan menjadi titik tolak undang-undang lain yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, agar tidak lagi merugikan kepentingan rakyat banyak dan mampu memberikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia secara adil dan merata. Sumber : Naskah akademis RUU tentang Demokrasi Indonesia “Pemikiran ke arah Demokrasi Ekonomi” LP3ES Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar